Sabtu, 07 Juli 2012

Road to the Future: Awal (Part One)


Halo! Gue Aga sekarang mau umur 18 tahun dari SMAK Penabur Gading Serpong. Gue puji Tuhan lulus SNMPTN Tertulis dan dapet di Universitas Padjajaran jurusan kedokteran. Lolos di Unpad bukan hal yang gampang buat gue. Banyak suka duka yang gue mesti lewatin. Gue berharap, melalui sharing cerita ini, teman-teman serta adik-adik yang mau berjuang di SNMPTN atau pun ujian-ujian masuk perguruan tinggi lainnya bisa terinspirasi!

Dari kecil, sebenernya gue engga tau mau jadi apa. Sampai kelas 10 pun gue masih cukup bingung kalau ada orang yang bertanya, “Aga, kamu nanti mau kuliah di mana?” Selalu engga bisa jawab. Tapi, kelas 10 semester dua, gue merasa ada panggilan buat masuk kedokteran. Panggilan itu susah awalnya untuk gue terima.

Sejak dulu, engga pernah ada keinginan buat jadi dokter. Padahal, zaman TK sampai SD itu kayaknya jadi dokter itu ngetren banget, yah. Semua orang pingin jadi dokter. Tapi gue bener-bener ga pengen. Prefer jadi astronot, arsitek, bahkan insinyur. Hahaha. Dulu juga ada seorang sahabat baik dari saudara gue, beliau seorang dokter, yang menyarankan gue buat masuk kedokteran. Walah, boro-boro mau. Ngeliat beliau sering pulang pagi, sering kecapean ngeladenin orang dari pagi sampai malem, di-interrupt istirahatnya akibat panggilan darurat, ga ada setitik pun keinginan jadi dokter.

Tetapi, kelas 10 semester dua semuanya berubah. Dari orang yang bener-bener ga sanggup memikirkan untuk menjalani kehidupan menjadi seorang dokter, gue berubah menjadi seorang remaja yang ngebet pengen banget buat jadi dokter. Bisa 180 derajat gitu, bro. Hahaha. Semua, termasuk keluarga gue, heran gue tiba-tiba mau jadi dokter. Bokap sama nyokap awalnya kurang setuju. Mereka berpikir, jadi dokter itu ngapain, sih. Gaji juga pas-pasan, kuliah lama, bikin pusing. Mendingan masuk finance atau teknik, lebih terjamin katanya. Dan lagi, sepertinya mereka kasihan melihat gue kalo gue sampai stress di kedokteran, hahaha. Ketika gue menjelaskan bahwa gue pengen jadi dokter untuk membantu, sangat klise memang, bokap berkata, “Kalau mau membantu orang doang, kamu jadi orang kaya juga bisa! Kasih duit kamu untuk menggerakkan berib-ribu dokter. Bagus mana sama kamu cumin jadi seorang dokter dibandingkan pendana ribuan dokter untuk membantu?” Gue berpikir sejenak. Gue menemukan alasan yang tepat. “Aga pengen terjun langsung, pa. Pengen langsung berkomunikasi sama orang-orangnya. Aga pengen belajar untuk menjadi orang yang baik, karena Aga tahu sekarang Aga belum jadi orang yang benar-benar baik untuk sesame.” Melihat tatapan mata dan kegigihan gue memperjuangkan cita-cita gue, ortu akhirnya sangat mendukung. Mulai saat itu, dimulailah perjuangan gue untuk menuju cita-cita menjadi dokter….

To be continued..

Tidak ada komentar: