Rabu, 12 Agustus 2020

Day One of Quarantine

I have to be quarantined. Yikes. This COVID-19 really is a pain in the ass. Something I have to live with, changes the normal I used to live (hence, "new normal"), but once again: pain in the ass.

* * *

I'm thinking about what should I do in these remaining days of my quarantine. I feel I have to be productive and do something meaningful. But hi, what about the last five months? The last one year? What have I produced? What have I achieved? Accomplished? 

So I grabbed my laptop and thinking to start small. Come back to write freely about my thoughts and my feelings here. A lot of things happened lately, and hit me emotionally.

I'm such an innocent clueless adult when it came to relationship. "All my wishful thinking was wrong. I'm jaded and I hate it." That's how John Mayer's Love Song for No One congruent with my experience. I liked that song when I was in like high school? But it's amazing how I can relate to that song again now. After eight years? Wow. Shortly, those four months which I thought were a waste of time (and money, energy, and sh*t I was heartbroken too) actually brought some meaningful lessons.


1. Never go against God (of course) nor your conscience

I actually have asked God several times and through many events He actually implicitly was saying "no". But I was allowing myself to think about "sowing seeds", giving helps, etc. to justify myself. Moreover, my conscience also was saying the same thing, "you deserve better". But I was settling down to what is less than I deserve, to what is seen. Just because I was comfortable and too impatient. 

Until God warned me again, and I felt like He was shouting: "Aga, NO!". It hit me hard, I was bleeding and broken. But I chose God. I choose Him over the pseudo-comfort the world offers. It still hurts. Time will heal.

P.S: What really awoke me was I coincidentally (no such thing as coincidence though) studied Numbers 22 about the story of Balaam. It is more or less the same about my circumstance.


2. (Humanely) Expectation kills

Have learnt the hard way about how stress (or pain in my case) is the gap between expectation and reality. I felt broken enough I cried for days. Why? I expected something. I was wishing for something or some gestures from a mere human. Human full of flaws and uncertainty. Should not have done that. But once again, really God is the only one we can put our hope in.


3. It takes faith to move on, to believe that the best is yet to come

There was a part of me that want to settle, to stay at my comfort zone. To ignore the flaws and mistakes, and all of the things that principal to me before. Nevertheless, I chose to walk God's way, to believe in His plan. I could not abandon meaningful values I was looking. If a person doesn't have it, it doesn't mean everyone too. It takes faith to move on, to believe in God's perfect timing... and God's perfect plan.


Maybe there are a lot more lessons I've taken from the experience I had. But these three are things that still lingering in my head. I am not regretting the pain I had, because actually I had fun too. I was happier than ever at that moment. I am grateful for all the things I've been through, I am thankful for God's provision and faithfulness. So, let's begin a new chapter!

Rabu, 17 Agustus 2016

Halo di 2016!

Halo semuanya!

Tidak terasa tahun 2016 sudah sampai di bulan Juni. Tidak terasa sudah enam bulan lebih gue belum menulis apa pun di blog ini. Haaaah. For a catch up, I'm living a life of a co-assisstant now! Sudah mulai jaga malam, sudah mulai (sedikit) merasakan susah senangnya jadi dokter.

Nope, sekarang gue bukan mau cerita tentang kehidupan perkoasan gue. I will tell you soon. Gue berencana bikin survival kit koas di departemen RSHS, hahaha. Semoga bukan hanya angan-angan semata, tapi bisa terealisasikan.

Jadi ceritanya gue bakal ikut pertukaran pelajar khusus mahasiswa kedokteran nih di Denmark. Pertukaran pelajar atau exchange ini diadakan oleh International Federation of Medical Students' Associations (IFMSA). Sekadar cerita, gue dari tahun 1 sudah bergabung dengan anak IFMSA di Indonesia, yaitu Center of Indonesian Medical Students' Association (CIMSA). Bahkan secara spesifik gue memilih standing committee (semacam departemen begitu) untuk professional exchange (SCOPE) supaya bisa ikut pertukaran pelajar ini.

Proses pendaftaran hingga diterima sebagai calon "outgoing" atau calon pelajar yang akan ditukar sebenarnya cukup mudah. Beruntung CIMSA di lokal Universitas Padjadjaran (Unpad) sangat mendukung sejawatnya untuk mengikuti program ini. Prosesnya dimulai dari membeli formulir pendaftaran. Formulirnya harganya berapa gue lupa. Setelah itu formulir diisi (diisi identitas, dan juga pilihan negara yang ingin dituju) dan dikembalikan beserta CV dan motivation letter (motlet). Beberapa hari kemudian, gue dipanggil untuk wawancara oleh tim dari SCOPE CIMSA Unpad. Wawancaranya sih tentang kenapa mau ikut exchange, hobinya apa, kegiatan di kampus apa saja, kalau nanti sudah exchange mau ngapain, ya begitulah. Oya, wawancaranya dilakukan dalam bahasa Inggris.

Setelah melakukan wawancara, hasil wawancara dan CV serta motlet kemudian dibawa ke CIMSA nasional untuk diseleksi. Setelah kurang lebih 2 bulan, akhirnya pengumuman keluar. Gue mendapat negara yaitu Brazil buat exchange, yang merupakan negara pilihan ke-4 gue. Well, jujur saja gue kurang excited karena inginnya exchange ke Kanada. So, I told my mom that I got Brazil. Setelah menimbang-nimbang, Ibu gue kurang setuju gue ke Brazil karena negaranya tropis jadi sama aja kayak Indonesia. Terus letaknya juga jauh dari Indonesia jadi tiketnya mahal. So okay, gue juga setuju sama nyokap. Jadi gue menolak Brazil dan bertanya ke pihak SCOPE Unpad apakah ada negara lain yang kosong.

After around a month, finally ada kontrak kosong! Gue disuruh milih antara Perancis atau Denmark. I asked my mom again (it seems mother always has a great answer of everything :D) what country should I choose. Nyokap bilang punya teman yang kerja di Denmark jadi nyokap menyarankan Denmark aja. Kalau Perancis kurang aman katanya. So I looked at the internet and saw that Denmark actually has a great university! In the top 50 for the medical study! Straight away I chose Denmark! Buat kotanya, gue milih Aarhus. Kenapa bukan Copenhagen? Menurut artikel yang gue baca, Aarhus adalah kota pelajar yang ramah. That's the reason!

Setelah memutuskan dan mendapatkan lokasi exchange, sekarang saatnya mengurus visa. Setelah mencari-cari informasi, ternyata untuk mengurus visa ke Denmark harus dilakukan di VFS Indonesia yang bermarkas di Kuningan City. Gue memilih visa turis karena waktu kunjungan gue di Eropa kurang dari 90 hari. Oya, visa ke Denmark juga termasuk visa Schengen jadi bisa dipakai di beberapa negara di Eropa.

Jadilah gue menyiapkan (nyokap sih yang sangat membantu) berkas-berkas yang diperlukan untuk mengurus visa ini. Untuk daftar dokumen yang diperlukan bisa dilihat di sini. Untuk jaga-jaga, semua dokumen dirangkap dua supaya nantinya jika ada kesalahan atau dibutuhkan tidak perlu repot-repot cari tempat fotokopi lagi.

Untuk mengurus visa Denmark di kantor VFS ini tidak perlu mendaftar sebelumnya sehingga gue bisa langsung datang ke tempat. Gue datang pagi-pagi sekitar jam 7 pada hari Kamis (izin sehari tidak koas). Karena datang pagi, gue diwawancara nomor urut 1 di perwakilan Denmark. Oya, untuk masuk ruangan kantor VFS ini tidak boleh bawa tas besar, jadi semua dokumen dan uang untuk biaya administrasi gue masukin map saja.

Pertanyaan wawancara sebenarnya standar saja, hanya berkisar mengenai tujuan keberangkatan, dan serba-serbi seperti itinerary dan akomodasi di sana nanti. Karena gue berencana untuk berpergian tidak hanya di Denmark, gue membuat itinerary secara lengkap mulai dari kedatangan gue di Eropa sampai kepulangannya di Excel. Gue juga sudah memesan hostel atau penginapan di tempat yang ingin gue kunjungi nanti. Intinya sih harus jelas bahwa gue engga akan luntang-lantung di negeri orang.

Setelah wawancara, gue ke ruangan untuk pemindaian biometri. Tidak lama, hanya 5 menit. Sesudah itu, paspor gue serahkan dan pihak VFS mengatakan bahwa visa gue akan diproses. Jika ada kekurangan dokumen atau ada informasi lain akan diberitahukan via email. Semua proses juga akan diberitahukan via sms dan jika pembuatan visa sudah selesai maka paspornya akan dikirimkan ke alamat rumah. Untuk layanan pemberitahuan via sms dan pengiriman paspor tersebut dikenakan biaya tambahan.

Phew, lega rasanya ketika akhirnya gue bisa mengurus visa ini. Oya, pengurusan visa bisa dilakukan paling cepat 90 hari sebelum keberangkatan. Untuk visa gue ini keluar setelah dua minggu. Lumayan cepat yah! Tapi saran gue sih kalau bisa maksimal sebulan sebelum berangkat sudah diurus untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk (paling buruk visanya telat keluar dan tidak bisa berangkat).

Okay, this is the first story! Nantikan cerita-cerita selanjutnya, yah!

Selasa, 15 Desember 2015

The Last SOOCA

Today was the eight aka my last SOOCA in the bachelor program (yeay)!

Agaaaaaain, God did another miraculous wondrous thing more than I can imagine :''')

***

It began with this past five weeks of tutorial class. My tutor was a dermatologist and he was super smart, super kind, and it was an enjoyable five weeks of tutorial class and I got so many knowledge from this tutor. It was the last tutorial group in bachelor program and it surely was a great ending for my life before co-assistant program.

You know what, actually this semester was a very hectic semester. I needed to finish my minor thesis, doing the data record, data analysis, making a journal, etc. Beside those minor thesis things, I still need to study about family medicine and tropical medicine. I think God has a special plan for me, He put me in this specific tutorial group with the specific tutor to make me study hard. I actually really studied hard in this last system (tropical medicine). One of the reason was because I enjoyed the tutorial class and I thought I must study so I can participate more at the class.

The third from the last tutorial case was leprosy. I got an important learning issue to be presented in the class about the clinical findings of leprosy. So I studied about it. When I first presented it, there were so many corrections from my tutor. So I dig more about the case. I even covered my friend learning issue, which was the pathogenesis and pathophysiology of the disease, and presented it to the tutor. My tutor again corrected it and added important information related to the case. I was so happy and I gain more knowledge about this disease from the master (dermatologist)!

Leprosy was not an easy case. So when I understand this case, many of my friends asked me about this case. Well, one of the reason was because my tutor was a dermatologist so maybe my information was trustworthy, hehe. Because of this, I started to pray that this SOOCA I want to get leprosy. Even more, I prayed that the examiner is my tutor.

Sunday before the exams, two days before the exams to be exact, I went to church. The preaching was from Phillipians 4:6.

"Do not be anxious about anything, but in every situation, by prayer and petition, with thanksgiving, present your requests to God."

So I presented my request to God. I didn’t worry at all because I have faith in Him and He has never failed me. NEVER. I believe that day that I will get as what I wished. But of course I prayed that let His will be done and not mine.

So the SOOCA day, I was as sure as ever that I will get the case I wanted. Soooooo, yeap I got the LEPROSY case!!! Out of fourteen cases available, I got the one I wanted!!! I laugh and I was amazed about HOW WONDERFUL THIS GOD OF MINE. His name is JESUS CHRIST!

After making the flipchart, I went to the presentation room, I got my miracle number two: the examiner was my tutor!!! EXACTLY LIKE WHAT I PRAYED. Even my tutor said “Wah hoki yaa..” which means that I was lucky. Hahaha. I said to him that I was praying to get this case, hehe.

The examiners didn’t tell me the grade. But I praise God for this miracle today. For the wondrous things He has done today, in every SOOCA I passed. It is not because of my strength, but it is because of His grace. I don’t say I have a big faith, it is really small, but maybe it is enough to bring miracle. Jesus, you are so wonderful and I’m really happy that I can call you my Father. God this is surely a miracle…

SOOCA was the first exams in this final exams of seventh semester. There still will be MDE, BHP, PHOP, OSCE, and minor thesis examinations. Please pray for me, friends :)


I hope that you all can experience God in everything you do, with His special way for you! Just remember, He can do wondrous things! Just have faith and believe him!



"Now to him who is able to do immeasurably more than all we ask or imagine, according to his power that is at work within us, to him be glory in the church and in Christ Jesus throughout all generations, for ever and ever! Amen."
- Ephesians 3:20

Jumat, 26 Juni 2015

Mystery

I just want to share my, hmm wait, seventh SOOCA experience. Ga basi kok, ga basi. Even though it's almost a month ago.

Hampir tiap SOOCA gue selalu dapat mukjizat dari Tuhan. Eh gadeng. SETIAP SOOCA. SOOCA kali ini gue merasa blunt. Setelah SOOCA pertama gue selalu merasa yakin dan PD karena gue tau Tuhan pasti tolong. Flashback to my then SOOCA:

1. FBS 1-2
SOOCA pertama. Over PD. Ngerasa bisa dan menguasai semua. Boro-boro deh... Gue terlalu bergantung pada diri sendiri dan lupa banget sama Tuhan. Padahal ilmu gue dikit banget dan presentasi gue juga belibet. Alhasil SOOCA pertama ini gue dapet B. Saat itu semua orang bilang SOOCA itu minimal dapet A Terpukul luar biasa karena harapan dapet A tidak tercapai. Ditambah temen-temen deket gue pada dapet A. God taught me a lesson through this.

2. FBS 3-4
SOOCA ini gue PD tapi engga over. Gue berharap banget bisa dapet nilai A. Gue menyiapkan diri gue lebih lagi dan beneran latihan presentasi. Tetapi, dari sekian kasus yang ada waktu itu, gw cuma yakin sama dua kasus. Soalnya kasus lain itu hafalan mati dan mesti hafal nilai normal gitu-gitu. Gw berdoa banget supaya ga dapet case yang gue ga bisa. Tuhan mengabulkan doa gue. Alhasil dapet nilai A pertama di SOOCA!

3. RPS
SOOCA RPS itu SOOCA sistem pertama. Kasusnya banyak dan susah dihapal. SOOCA RPS gue merasakan mukjizat luar biasa. Jadi ceritanya gue puasa H-1 SOOCA. Di akhir puasa gue, sebelum buka, gue berdoa. "Tuhan, Aga engga menguasai kasus apapun. Aga engga tau dapet kasus apa..." Gue terdiam sejenak. Tiba-tiba gue denger Tuhan ngomong, "kamu kan anak-Ku. Pilih saja kasus yang kamu mau." Gile, asik kan dikasih privilege buat milih sama Tuhan! "OK, Tuhan. Aga mau dapet case pregnancy." Awalnya gue antara yakin dan ga yakin. Gue have faith aja sih. Gue ngomong ke temen-temen gue kalo gue bakal dapet case pregnancy. Yakin banget hahaha. Tapi tetep sih gue masi ngafalin case yang lain.

Akhirnya hari H dateng. Gue deg-degan tapi yakin. Tadaaaaaaaaa beneran gue dapet case pregnancy! Dosennya juga baik banget. Puji Tuhan banget!

4. EMS-NBSS
SOOCA ini merupakan SOOCA yang banyak banget case-nya. Seperti biasa gue berpuasa. Gue ga dapet mukjizat yang sama seperti yang gw alami pas SOOCA RPS. Hahaha. Tapi gue berdoa, "Tuhan, dapet case apapun OK asal dosennya baik." Bener aja pas SOOCA gw dapet dosen yang LUAR BIASA BAIK. Gw juga dapet case NBSS yang gw suka dan gw kuasai. Itu puji Tuhan banget!

5. DMS-HIS
SOOCA terparah tergasiap tergasuka materinya. Ini adalah SOOCA pas zaman gue lagi jadi siswa pendas AMP. Belajar susah, ngantuk, selalu kepikiran binjas, banyaaaaaaak banget masalahnya. Tapi ini SOOCA teryakin gue karenaaaaa pas gue mau masuk AMP gue bilang sama Tuhan kalo Tuhan harus nolong gue dalam akademik gue. Gue berpegang teguh sama janji Tuhan itu.

Ini SOOCA epik banget. Gue kebagian sesi siang. Hari H paginya gue masih ngafalin otot-otot buat case DMS. Gue berdoa banget supaya gue ga dapet case DMS karena gue ga sanggup ngafalin otot. Gue berdoa gue dapet case HIV, case yang paling gue kuasain. Pas ke kampus, harusnya sesi siang baru mulai jam 10. Sebelum jam 10 gue langsung dipanggil ke ruang isolasi. Gue mau nangis banget karena ini SOOCA pertama gue yang gue kayak ngelepas beberapa case. Sebenernya ga ngelepas, tapi gue beneran ga hafal-hafal tuh otot. Gue berdoa banget supaya dapet case HIV.

You know what........... Yes you know what :) God is faithful.

6. CVS-RESPI
SOOCA ini gue juga lagi masa sibuk-sibuknya jadi AM. Beberapa hari sebelum SOOCA gue masih harus mikirin mau perjalanan ke mana, masih ngumpul buat ngurusin perjalanan. Semester itu juga sibuk banget acara AM penuh banget. Rapat sampe malem bikin waktu buat belajar kurang banget. Parah lah. Terus ini kali pertama gue ga latihan presentasi SOOCA semua kasus. Banyak yang gue skip. Yaaaa, parah deh preparation-nya. Tapi, berkat kasih Tuhan gue dapet case yang gue kuasai, LAGI. Dosennya juga puji Tuhan seneng sama presentasi gue. Jadilah hasilnya puji Tuhan banget :')

7. GIS-GUS
SOOCA yang ini merupakan SOOCA yang ga gue jadiin alasan buat minta jawaban ke Tuhan. Oya, tiga SOOCA sebelumnya gue jadiin ajang buat bertanya ke Tuhan. Hahaha. Jadilah SOOCA yang ini gue merasa Tuhan ga punya alasan apapun buat ngasih nilai bagus ke gue. Hmm, salah sih emang mikir kayak gini. Tapi emang gitu, kemaren merupakan SOOCA teraneh gue. Beneran hampa rasanya. Gue ngerasa ga deg-degan, tapi gue juga ga beriman sama sekali. Aneh lah. Sedih sih sebenernya ngerasa kayak gitu, kayak engga punya Tuhan aja.

H-1 gue ke gereja GKI Maulana Yusuf. Pendetanya khotbah panjang gitu tapi yang gue sangat ngena adalah beliau ngomong bahwa Tuhan bekerja secara misterius. Hari itu gw berpuasa dan dapet beberapa hal yang jadi pegangan gue:
1) Tuhan bekerja secara misterius. Ga ada gunanya berusaha membaca atau memahami cara kerja Tuhan, karena semuanya akan sia-sia.
2) Serahkan aja kekuatiran lu dalam doa. Segampang itu kalo mo ngomong sama Tuhan. Minta aja sama Tuhan. (Filipi 4:6)
3) HAVE FAITH!!! Seperti ayat pegangan gue di Ibrani 11:1.

Hehehe, gue emang dapet beberapa hal tersebut sebagai rema di akhir puasa gue. Tapi gue mungkin belum melakukan ketiganya secara benar. Ya paling engga gue udah berusaha :)

SOOCA GIS-GUS ini gue dapet case yang biasa aja. Ga ada yang spesial. Tapi presentasi gue super jelek dan ya gitu deh. Ga pede juga sama case ini. Hasilnya engga gitu memuaskan, tapi tetep aja gue dapet pelajaran baru.

Mazmur 51:19
Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.

***

Begitulah cerita sooca demi sooca gue. Semuanya engga bisa gue lewati tanpa Tuhan. In the end, GOD IS GOOD. Ga bisa dibayangkan gimana gue bisa bertahan kalo engga sama Tuhan Yesus :) Padahal gue jahat gini ya Tuhan. Berdosa banget. Tapi tetep aja Tuhan mo tolong. Makasih, Tuhan.

Sabtu, 14 Februari 2015

Ambisi Baru

Saya bukan orang yang jago menulis. Saya tidak bisa merangkai kata dan memukau para pembaca. Kata teman, hanya butuh "rajin" agar bisa menulis dengan baik. Karena itu, saya mau rajin menulis lagi.Saya mau menulis hal-hal yang menarik buat saya, semoga juga untuk pembaca blog saya.

* * *

Kalau saya pikir-pikir, hidup ini harus penuh dengan impian. Impian bisa yang jangka panjang, bisa juga jangka pendek. Tapi, menurut saya tidak ada yang namanya impian besar dan impian kecil. Semua impian tetap impian, yaitu sesuatu yang kita kejar. Kalau dikotak-kotakkan, mungkin kita malah kalah duluan sebelum bertanding.

Bagaimana cara mencapai impian itu? Orang sekarang berkata ya harus "ambis". Ambisius. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ambisius berarti berkeinginan keras mencapai sesuatu (harapan, cita-cita); penuh ambisi. Ambisius sering dikonotasikan dengan hal-hal yang negatif. Padahal, ambisius yang mengenal batas merupakan hal yang positif. Batas yang dimaksud di sini adalah tidak mengedepankan kepentingan diri sendiri dibandingkan kepentingan bersama. Tidak boleh saling sikut, gampangnya.

Saya mengenal banyak orang yang memiliki sifat ambisius terkontrol yang tentunya merupakan hal yang baik. Tidak jarang saya melihat mereka meraih impian mereka. Mungkin, bahkan pasti, banyak hal yang harus mereka korbankan. Bisa waktu, keluarga, teman main, dan hal-hal lain yang tidak rela untuk dilepas oleh banyak orang. Saya tidak berniat untuk menghakimi, namun setiap orang memiliki prioritasnya masing-masing. Bagi orang ambisius, tentu saja prioritas mereka adalah impian mereka itu.

Orang ambisius bisa selalu berkutat dengan hal itu-itu saja, atau justru sebaliknya menyelip ke berbagai bidang. Kadang, orang ambisius suka lupa keadaan sekitar dan tanggung jawabnya terhadap lingkungan. Hal ini merupakan hal negatif yang sering terjadi. Lebih parah lagi jika mereka tidak peduli nasihat dari orang lain dan tetap berkeras dengan sikap negatif mereka tersebut.

Saya dulu merupakan orang yang ambisius. Saya merasakan hal positif dan hal negatifnya. Positifnya, saya dapat mencapai impian saya. Negatifnya, saya sering mencari alasan untuk impian saya. Hal-hal bodoh dan yang kini disesali pernah saya lakukan.

Semudah itu menjadi orang ambis. Tetapkan impian, pasang target, mulai berlari! Sekarang, saya ingin menjadi orang ambis lagi. Saya ingin memiliki impian agar saya bisa berusaha sekuat tenaga untuk mengejarnya. Walau demikian, saya tetap ingin menentukan batas-batas yang tidak boleh diseberangi. Tidak ada salahnya menjadi orang ambis, asalkan tidak merugikan orang lain.

Jumat, 19 Desember 2014

Yes!

Kalau Tuhan sudah berhasil nolong gue sampai gue berhasil ngelewatin medan operasi dan jadi anggota muda, masa SOOCA aja (yang sudah lima kali gue lewatin dengan pertolonganNya juga) engga bisa?

In the name of Jesus, I put my hope in You...

Senin, 27 Oktober 2014

Calling

This is a recent story of my life. It's not a beautiful story, terrifying instead. This is the story about waiting for my leap of faith.

Kemarin waktu Kebaktian Mahasiswa (Kemah) PMK FK Unpad, yang rutin gw ikuti setiap minggu, pelayanan dilakukan oleh Stephen Tong Evangelistic Ministries (STEMI). Bukan seperti biasa yang dilayani oleh pembicara dari luar dengan ibadah dilayani oleh mahasiswa. Kali ini full dilayani oleh pelayan Tuhan dari STEMI.

Awalnya gw mikir, waduh keras nih ibadahnya. Soalnya, gw pernah ikut kebaktian pembangunan iman gitu yang diadakan oleh STEMI dan jujur (maaf) gw kurang cocok sama model ibadah dan penyampaian firmannya. Keras dan ajeg gitu.

Mirip sama ibadah yang gw ikutin waktu itu, kebaktian diawali dengan pujian. Pujiannya yaaa monoton lah, ga pake tepuk tangan seperti biasa. Gw bukan aliran karismatik, tapi kalo ibadah pemuda ya biasanya kan tepok-tepok tangan gitu hehehe. Pas masuk ke firman Tuhan tamparan demi tamparan pun dimulai...

Gw disadarkan banget melalui firman Tuhan kemarin kalau gw (dan teman-teman lain) destined to give glory to God. Destined to mengusahakan semua yang ada di dunia (refer to Kejadian). Jadi seseorang yang GILA yang JAGO di bidangnya. Kalo bidang gw di kedokteran, gw harus EXPERT di situ. Sekadar IP cum laude doang ga cukup. Sekadar ga bolos, ga tipsen, ga nyontek itu cuma standar minimal. Gw harus lebih dari itu. Nyentil banget sumpah...

Terus iman itu harus dihubungkan dengan studi. Iman itu membuat kita berusaha dan belajar keras. Bukan cuma iman pas ujian dapet nilai bagus --> INI GW BANGET. Gw mengandalkan iman gw dan emang puji Tuhan gw beriman dan gw mendapatkan apa yang sesuai dengan iman gw. Tapi gw sadar banget, oke nilai gw bagus (ga sombong ya). Oke gw dapet apa yang gw mau. Tapi gw belom menjadi orang yang expert. Nilai ga menentukan kepintaran. Emang nilai lu bagus berarti lu pinter? Engga! Gw sadar banget logic gw tumpul, gw cepet lupa sama materi-materi yang udah diajarkan, gw kurang banyak membaca sehingga gw jadi kurang banyak tau. Sumpah kemarin tuh gw kayak ditampar bolak balik.

EH tapi jangan salah sangka ya. IMAN ITU PENTING! Di saat lu udah ga tau mo ngapain, ketika hidup ini terasa ga berguna, iman yang nyelamatin lu. Gila, hidup gw itu based on iman. Mau seberapa gede pun usaha lu kalo ga diberkati Tuhan, iman yang percaya bahwa Tuhan akan memberkati lu abundantly, GA ADA GUNANYA. So, tetep my number one weapon is FAITH.

Selanjutnya adalah tentang panggilan. Gw sadar banget Tuhan manggil gw buat jadi dokter misi. Buat jadi dokter yang mengabarkan firman Tuhan ke orang-orang yang belum percaya. Ke pedalaman. Tapi kemarin lebih dari itu gw sadar kalo itu BERAT. BERAT BANGET. Gw harus meninggalkan kehidupan gw yang serba enak, serba ada, serba nyaman, demi panggilan itu. Bisa jadi gw engga nikah, engga punya anak, engga bisa main-main. Jujur gw nangis ngebayangin itu. Impian gw sebenernya adalah bisa kerja di rumah sakit gede, jadi dokter spesialis, tinggal di kota sama keluarga, bisa jadi orang kaya. Namun kayaknya panggilan gw engga di situ...

Sejujurnya, gw pengen lari dari panggilan Tuhan. Tapi gw takut kayak Yunus yang lari dari Niniwe dan akhirnya ditelen ikan. Tuhan tau gw bakal lari ke mana. Tuhan yang udah menenun gw dari masa janin. Tuhan yang merencanakan hidup gw. Ngapain lari coba. Ga bakal bisa.

Gw tau panggilan gw berat. Gw ga tau harus melangkah ke mana, harus mulai dari mana. Tapi sekarang gw mau menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Sekarang mungkin gw berpikir yah masa depan gw kayaknya di pedalaman. Siapa tau Tuhan mau nyuruh gw di pedalaman sekian tahun, terus nanti gw tetep bisa jadi dokter spesialis dan tinggal di kota (ngarep gapapa kan, Tuhan? Hehehe). Sebab rancangan kita bukanlah rancangan Tuhan. Jalan kita, bukanlah jalan Tuhan.

I have faith in You, God. I know You have prepared the best thing for me. I know it. I just don't know what. I trust in You :)